09 Maret 2005

Intermezzo: Nasionalisme Re: Ganyang Malaysia

Dari awal berdirinya NKRI, bahkan lebih jauh sejak ekspansi Sriwijaya dan Majapahit ke Nusantara dan Asia Tenggara, semua pendiri negara sudah tau betapa sulitnya menjaga persatuan dan kesatuannya. Sampai-sampai selalu dibuat doktrin nasionalisme yang menjunjung persatuan dan kesatuan di setiap periode. Contohnya bisa lihat di Negarakertagama dan Pancasila.

Yang lebih sulit lagi menjaga doktrin tersebut agar bisa terus diwariskan ke tiap generasi. Faktanya selalu terjadi kemunduran doktrin dari generasi ke generasi, dan pada akhirnya memunculkan pribadi-pribadi yang oportunis. Di sisi lain pribadi-pribadi yang masuk dalam barisan sakit hati akan bekerja sama dengan kaum oportunis ini untuk memisahkan diri agar mempunyai power sendiri seperti yang mereka idam-idamkan.

Skenario konfrontasi dengan Malaysia sedikit banyak menggugah kembali rasa nasionalisme yang sudah mulai luntur tersebut. Kata pakar-pakar kenegaraan, salah satu cara menyegarkan nasionalisme yang mulai layu adalah dengan menciptakan musuh bersama. Nggak usah jauh-jauh, kita lihat saja amrik. Betapa nasionalisme mereka masih sangat kental di lingkungan yang serba liberalis dan kapitalis. Pemerintahan mereka cukup hebat untuk membentuk opini masyarakat menjadikan komunis, teroris, dan kemudian islam (non-liberal) sebagai musuh bersama. Kebanggaan rakyat amrik sebagai WN amrik sangat tinggi. Mereka punya kedudukan yang bagus di ekonomi, politik, dan pusat kebudayaan kontemporer dunia. Dan kebanggaan itu terus diperkuat dengan doktrin yang mereka terima di sekolah, mirip-mirip PMP zaman kita sekolah dulu.

Jadi sebenarnya nggak ada yang salah, dinamisme civilization sejak zaman dulu selalu begitu. Ada yang bisa bertahan sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Ada yang silih berganti jadi jajahan negara yang berbeda. Perang bukanlah sesuatu yang patut ditakuti. Seperti halnya bencana alam, perang pun musti terjadi untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan alam. Proses seleksi alam yang disebut Darwin pun terjadi pada manusia. Gua nggak bilang manusia dan primata lain berasal dari moyang yang sama loh.:)

Sudah lewat masanya ekspansi Sumeria, Babilon, Persia, Mesir, Viking, Romawi, Yunani, Mongol/Cina dengan klan Khan-nya, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Belanda/Portugis/Perancis/Inggris/Spanyol yang nyari rempah-rempah, dan Indonesia yang menyatukan pulau-pulau dari sabang sampai papua. Sekarang zamannya Amrik dan sekutunya ekspansi ke sumber-sumber energi dengan isu anti-terorismenya. Taktik lama, adu domba dan hancurkan setelah lemah. Pura-pura jadi teman kemudian tekan dan makan mereka. Itu kan yang dilakukan Jenghis Khan, Raden Wijaya, penjajah-penjajah dari eropa, dan om Bush anak-bapak.

Tapi yang seperti itu punya latensi menimbulkan barisan sakit hati setelah berhasil. Orang-orang seperti Qin Shih Huang Ti dan Suharto sudah cukup preventif akan latensi ini. Potensi-potensi yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan (baca: kekuasaan) diberangus sebelum berkembang.

Jangan salahkan orang-orang yang teriak Ganyang Malaysia itu. Dan janganlah merasa kita adalah kaum yang berpikir logis dan menghakimi mereka terlalu bodoh untuk tidak mengetahui bahwa kita (muslim?) sedang diadu domba oleh negara-negara besar tersebut. Sebaiknya kita berkaca apakah kita sudah cukup patriotik dan tidak termasuk sebagai orang oportunis. So what kalo gua oportunis? Heheh…

3 Comments:

Anonymous Anonim said...

sby: "lumayanlah setidaknya gue gak diribetin demo bbm"

9/3/05 07:36  
Blogger -=diekoe=- said...

Heheh... itu lah hebatnya (atau bugs?) era informasi. Tapi kayanya masih ada tuh gua lihat di tv demo bbm, cuma nggak segarang sebelomnya.;)

-=diekoe=-

9/3/05 08:36  
Blogger -=diekoe=- said...

Maksudnya alcatel kalah tender di telkom nih? Jauh banget beda harganya, Ndra?;)

Gua denger" rumor bukannya mo pake Juniper, Jo?;p

-=diekoe=-

9/3/05 08:50  

Posting Komentar

<< Home